Senin, 18 Agustus 2008

Tak tampil bukan berarti tak berperan


Dewasa ini aktivis perempuan tak lagi asing dilihat dan dibicarakan, bahkan jumlahnya kini hampir menyamai jumlah aktivis pria. Dengan bermacam realitas yang dihadapi, alasan perempuan menjadi aktivis pun menjadi beragam, ada yang memang memiliki kualitas dan kuantitas yang memadai, sekedar mengisi waktu luang supaya terlihat sibuk, memiliki bakat ilmiah yang muncul begitu saja sehingga mendorongnya untuk mempunyai kepedulian, keturunan karena orang tua yang seorang aktivis atau hanya sekedar ajang perkenalan diri terhadap lingkungan aktivis. Aktivis disini pun menjadi multi makna, ada aktivis organisasi kepemudaan, organisasi keagamaan, ataupun aktivis partai.

Meski kini perempuan sudah diakui eksistensinya oleh pemerintah bahkan sudah mendapat jatah kursi untuk bisa duduk dipemerintahan sebanyak 30%, (kompas,29/02/08) namun hal demikian tidak cukup membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang kini tengah dihadapi perempuan. Seperti penyimpangan paradigma tentang emansipasi, kebebasan berpendapat dan persamaan hak dengan kaum pria. Justru dengan dimunculkannya isu gender dikalangan perempuan Indonesia pada umumnya malah menambah masalah dalam daftar catatan tentang perempuan.

Kesempatan dalam dunia politik yang diberikan kepada perempuan terkadang hanya sebatas janji yang sebenarnya cukup sulit untuk direalisasikan. Bagaimana tidak? Jika memang pemerintah berniat untuk memperbaiki kondisi perempuan yang sekarang ini bukan kesempatan dalam politik begitu saja diberikan kepada perempuan namun terlebih dahulu pemerintah harus merubah paradigma masyarakat tentang perempuan dan kembali mengubah budaya yang membentuknya.

Ternyata tidak mudah bagi partai politik untuk memenuhi kuota 30 % perempuan sebagai calon anggota legislatif ( caleg). Tidak hanya partai-partai baru yang minim kader perempuan namun juga partai politik besar yang sudah lolos electoral threshold pun mengalami kesulitan mencari perempuan yang memiliki kemauan dan kemampuan menjadi caleg.

Beberapa partai politik mungkin memiliki cukup banyak kader perempuan yang mempunyai kemauan, tetapi belum tentu memiliki kemampuan yang bisa diandalkan dan layak dijual kepada para pemilih. Namun sebaliknya, ditengah masyarakat yang memiliki kemampuan untuk menjadi wakil rakyat, tetapi dengan berbagai alasan mereka menolak untuk dicalonkan. Seperti yang diungkapkan oleh Bambang Purwoko dalam bukunya ”Demokrasi mencari bentuk” bahwa ” Politik itu ibarat gadis cantik, mandi dipantai hanya memakai bikini. Apa yang terlihat mungkin terlihat indah dan menggairahkan tetapi lebih indah dan menggairahkan adalah..(maaf) apa yang tersembunyi dibalik bikini. Begitulah kira-kira analogi tentang dunia politik. Sehingga membuat para aktivis perempuan yang sebenarnya bisa bersaing didunia politik justru tak mau terlibat dengan dunia politik.

Seringkali perempuan dalam sebuah organisasi hanya dianggap sebagai kader biologis ketimbang kader ideologis atau kader seksual ketimbang kader intelektual, inilah permasalahannya...belum semuanya paham tentang hak yang sama-sama diberikan pemerintah terhadap perempuan karena kondisi masyarakat kita yang terlanjur terjebak dalam konsep budaya bahwa perempuan itu kurang pantas bila mendahului eksistensi pria yang merupakan pemimpin rumah tangga.

Dibeberapa kesempatan penulis pernah menanyakan,” Menurut sahabat, apa sebenarnya fungsi seorang perempuan dalam sebuah organisasi? jawaban yang muncul beragam ada yang menyatakan bahwa ini sudah jamannya perempuan diberi kesempatan yang sama dengan kaum pria, karena toh ternyata perempuan juga berpotensi untuk menjadi seorang aktivis (meski penulis yakin bahwa jawaban itu hanya minoritas diungkapkan). Kemudian ada yang menjawab bahwa perempuan hanya keranjingan wabah gender dan emansipasi yang dihembuskan para imperialis dan kaum feminis sehingga merasa menjadi perlu untuk terlibat walaupun hanya sekedar menitipkan nama dalam kepengurusan istilahnya ” ikut eksis tapi no akses ” ( menurut penulis sepertinya jawaban ini bernada meragukan kemampuan perempuan). Dan kemudian jawaban yang paling mayoritas pun muncul, ” perempuan itu perlu dalam sebuah organisasi, apalagi yang notabene didominasi kaum pria karena perempuan bisa menjadi semacam penyemangat para angggota pria dalam menjalani rutinitasnya sebagai aktivis.” kontan setujulah semua sahabat yang penulis tanya untuk jawaban terakhir ini.

Seperti itulah kebanyakan pandangan terhadap aktivis perempuan dalam sebuah organisasi sampai saat ini, tidak bergeser sedikitpun. Bahkan kaum perempuan sendiri terkadang biasa saja dan terlihat bangga walau hanya sekedar sebagai kader biologis ketimbang kader ideologis, atau hanya sekedar kader seksual ketimbang kader intelektual. Ya..sepertinya memang hampir benar kalau dikatakan kebanyakan aktivis perempuan hanya sekedar keranjingan wabah gender dan emansipasi daripada menyadari perannya sebagai seorang pemegang amanah dari para perempuan lain yang tentu saja tidak mempunyai kesempatan yang sama.

” Tak tampil bukan berarti tak berperan ” kata itu pernah diungkapkan Ingkus Aditama seorang penyiar Radio pada sebuah acara diskusi panel Mengenang Pahlawan Perempuan R.A Kartini disebuah Aula Perguruan Tinggi 4 tahun yang lalu. Seperti itulah kira-kira kedudukan perempuan sebelum virus gender mewabah. Seseorang yang selalu berperan tapi tak pernah tampil. Seperti para istri orang-orang besar yang mampu menjadi istri penyejuk suami dan menjadikannya orang terhormat, seorang ibu yang melahirkan dan medidik anak-anaknya hingga berhasil menjadi orang besar. Seorang ustadzah yang mengajarkan santriyah ilmu-ilmu para istri nabi dibalik tembok-tembok pesantren, dan banyak lagi contoh lain yang lebih real yang mungkin sekarang sudah ada dalam pikiran pembaca ketika membaca tulisan ini. Namun sayang ungkapan itu kini menjadi terbalik ” tampil tapi tak berperan apa-apa ”.

Bukan hal baru bila kini kita menyaksikan para perempuan berpidato lantang penuh semangat ketika musim kampanye penyeleksian caleg, ibu-ibu ramai berdemo hanya karena masalah poligami, banyak istri menggugat cerai hanya karena latah ingin ikut-ikutan tren seperti selebritis dan banyak hal lain lagi yang lebih menakjubkan yang dilakukan perempuan masa kini. Tak ada yang salah dengan semua itu, karena toh itu sudah jamannya dan memang sedang tren. Namun pertanyaannya ” itukah peran perempuan masa kini ”? Sedangkan dibalik tirai-tirai kekuasaan para perempuan terseok-seok dalam jeratan ruang prostistusi, kebutuhan hidup yang semakin menghimpit, terancam beragam penyakit kelamin ( kanker rahim, kanker payudara, kanker leher rahim, mulut rahim, kista dll ), mengalami kekerasan rumah tangga, ekploitasi tenaga dengan upah murah.... Ironis...

Saat diungkapkan oleh beberapa filsuf bahwa manusia sekarang cenderung mendahulukan eksistensi daripada esensi, menggambarkan kondisi perempuan masa kini. Ketika gender hanya sekedar diaplikasikan oleh kesibukan sebagai wanita karir daripada memahami hakikat dari gender itu sendiri.

Penulis menyadari bahwa isu tentang gender kini sudah biasa terdengar dan tak asing lagi dan bisa saja sudah bukan jamannya lagi membicarakan definisi tentang gender dan emansipasi wanita. Namun, penulis hanya ingin sekedar mengungkapkan beberapa kebingungan tentang perempuan masa kini yang kebanyakan tampil daripada berperan. Lantas akan kemanakah kita para perempuan mungkinkah kita kembali pada pepatah lama yang menyatakan ”tak tampil bukan berarti tak berperan” atau pada realitas saat ini ”tampil tapi tak berperan apa-apa” atau kita buat pepatah baru ”tampil dan juga memberi banyak peran ? ? ? ? ?”.

Hati nurani kita sebagai perempuan yang akan menjawabnya, tentunya dengan usaha kita saat ini, tujuan kita kedepan, penampilan seperti apa yang akan kita sajikan dan peran seperti apa yang akan berikan untuk perempuan lainnya.!!!!

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger

playboy

playboy

buricak burinong

buricak burinong
kukupu lucu meureun....

Mengenai Saya

Foto saya
Saya... perempuan yang baik hati, supel, tapi kadang nyebelin... seorang mahasiswi hukum. yang mengalami kecelakaan sejarah karena salah masuk jurusan.... tapi... karena kecelakaan sejarah itu aku tahu banyak hal yang sebelumnya tak pernah terbersit difikiranku.. berminat jadi teman??? kirim email aza langsung

apa pendapatmu tentang hidup???

full house

full house
ji eun sama hyong jay butuh waktu buat memahami arti dari yang sudah terjadi. intinya.....ya..gitu lah!!!!!

NU pisan

NU pisan
tanyakan pada dunia kenapa harus ada Nahdlatul Ulama

Hadrotus Syaikh

Hadrotus Syaikh
Hasyim Asy'ari

IPPNU

IPPNU
saudara organisasiku

terserah

terserah
aku dilahirkan,,,aku dibesarkan..aku dididik..bukan untuk menghancurkan dunia dan menjadi racun dunia. tapi aku datang untuk memahami ke-AKU-anku. aku datang hanya untuk singgah, ikut menorehkan tinta peristiwa hidupku diatas kertas putih kehidupan.

it's me!!!!

it's me!!!!